Sejak
awal pemerintahan Orde Baru (1966), Indonesia mengembangkan dua sistem
pendidikan, yaitu pendidikan umum dan keagamaan. Menurut Dr Fasli Jalal dalam
tulisannya yang berjudul “Partnership Between Government and Religious Groups”.
The Role of Madrasah in Basic Education in Indonesia, dualisme sistem
pendidikan ini sebenarnya produk dari masa kolonialis Belanda. Sistem
pendidikan ini pula yang melahirkan dua dasar politik utama, yaitu kekuatan
Islam dan nasionalisme. Pada perkembangannya, Pemerintah Indonesia berusaha
menyatukannya dalam satu ideologi Pancasila.
Pada
awal pemerintahan Orde Baru, pendekatan legal formal yang dijalankannya tidak
memberikan dukungan pada madrasah. Tahun 1972 Presiden Suharto mengeluarkan
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34 Tahun 1972 dan Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor15 Tahun 1974 yang mengatur madrasah di bawah pengelolaan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)-sebelumnya, dikelola Menteri Agama.
Reaksi yang muncul di kalangan muslim sangat keras. Kebijakan itu dinilai
sebagai usaha sekulerisme dan menghilangkan madrasah dari sistem pendidikan di
Indonesia. Untuk menenangkan reaksi tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan
keputusan bersama antara Mendikbud, Menteri Agama (Menag), dan Menteri Dalam
Negeri (Mendagri).
Isinya,
mengembalikan status pengelolaan madrasah di bawah Menteri Agama, tetapi harus
memasukkan kurikulum umum yang sudah ditentukan pemerintah. Muchtar menilai,
kurikulum yang diterapkan ini bersifat sentralistik. Akibatnya, segenap
variabilitas yang lahir dari budaya lokal diabaikan. Otoritas pendidikan juga
mengabaikan berbagai persepsi serta preferensi yang hidup di luar dirinya.
Tidak heran kalau masyarakat sebagai bagian dari komunitas pendidikan makin
lama semakin menghilang.
0 komentar:
Posting Komentar